Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
Ilmu adalah salah satu usaha terbaik manusia dalam mencari kebenaran. Sekali lagi harus dijelaskan bahwa yang dimaksud kebenaran di sini adalah pengetahuan. Sehingga dapat dikatakan lebih lanjut bahwa ilmu pengetahuan adalah kebenaran ilmu atau kebenaran ilmiah.
Dalam perkembangannya, kita melihat bahwa sejak tinggal landasnya dari filsafat, ilmu kemudian berkembang sedemikian rupa menjadi semakin mandiri. Dalam pada itu kemudian ilmu menjadi banyak bertumbuh bak cendawan di musim hujan. Beberapa bidang kajian yang kemudian menemukan ruang lingkupnya sendiri berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri.
Semula, hanya ada filsafat, dan seorang filosof haruslah menjawab segala hal yang ia pertanyakan sendiri atau ditanyakan orang lain. Kemudian, beberapa di antara mereka ada yang berkonsentrasi pada bidang kealaman. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai filusuf alam, dan bidang perenenugannya disebut philosophy of nature. Sebagian yang lain menekankan masalah moral, dan bidang perenungannya disebur sebagai moral philosopy. Kedua bidang ini kemudian berkembang menjadi ilmu alam dan yang kedua disebut sebagai ilmu sosial.
Ilmu alam berkembang menjadi banyak bidang. Di antaranya adalah: biologi, fisika, kimia, dan lain sebagainya. Biologi sendiri juga demikian, terdapat banyak cabang di dalamnya. Biologi yang membahas masalah anatomi hewan kita sebut sebagai zoology. Adapun yang membahas tumbuhan kita sebut botani. Demikianlah adanya ilmu, dan sampai sekarang disinyalir terdapat sekitar 600 lebih cabang ilmu dalam bidang alam.
Ilmu sosial pun juga demikian. Meskipun perkembangannya lebih jauh lambat dari pada ilmu alam, namun kita melihat bahwa ilmu sosial juga sudah berkembang menjadi banyak bidang kajian. Ini berarti bahwa banyak bidang kajian ilmu dalam memandang manusia. Manusia jika dipandang dari sudut pandang sosiologi maka ia mengatakan bahwa manusia itu adalah makhluk sosial yang senantiasa saling membutuhkan satu sama lain. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi, maka dikatakan manusia itu sebagai homo economicus; yakni makhluk yang egois dalam memenuhi kebutuhannya sendiri.
Di sini kita melihat akan dua hal penting yang harus kita cermati. Di satu sisi kita melihat bahwa ilmu berkembang semakin semarak namun lapangan kajiannya menjadi semakin sempit. Namun di sisi lain masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupannya semakin kompleks. Persoalan-persoalan yang dihadapi semakin lama semakin banyak dan demikian pula semakin rumit. Padahal kita memahami bahwa ilmu diaharapkan harus memberi solusi.
Lalu bagaimanakah suatu bidang ilmu dapat memberikan solusi bagi semua permasalahan yang dihadapi oleh manusia? Bisakah ilmu yang banyak namun kecil itu memberikan solusi akan hal ini semua?. Akankah ia masih memadai dan dapat diandalkan?.
Jawabannya adalah tidak mungkin suatu ilmu itu dapat memecahkan persoalan manusia dengan sendiri-sendiri. Dan menggabungkan kesemuanya dengan menghilangkan batasan-batasan ilmu yang sudah semakin jelas juga adalah suatu hal yang tidak mungkin dan hanya akan membuat kekacauan.
***
Jawaban yang paling memungkinkan adalah dengan pendekatan interdisipliner. Dengan pendekatan ini maka ilmu dengan disiplinnya sendiri-sendiri dapat ‘saling memandang’ satu sama lain dan saling berdialog satu sama lain untuk memecahkan masalah masalah kehidupan manusia.
Misalkan kita menghadapi masalah sampah di perkotaan, tentu saja ini tidak bisa kita tinjau dari sudut pandang ilmu tata kota saja. Demikian pula tidak bisa hanya dilihat dari sudut pandang ekonomi saja tanpa sudut pandang ilmu yang lain. Melainkan kesemua ilmu diminta untuk menyumbangkan hasil analisisnya. Sehingga permasalah sampah ini bisa kita tinjau dari berbagai sudut pandang ilmu.
Salam…
Malang, 17 Juli 2019
No comments:
Post a Comment