Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
Pada dasarnya, setiap hal yang dapat diindera oleh kita dan ada wujud fisiknya, maka itulah yang kita sebut sebagai 'materi'. Para filsuf sejak zaman Yunani telah memikirkan mengenai hakikat materi ini dalam unsur pembentuknya yang paling terdalam. Mereka merenungkan mengenai dari apa, dari mana materi alam ini terbentuk dalam hal hakikat terdalam yang membentuk. Mereka yang fokus filsafatnya lebih banyak berbicara tentang hal ini di masa sekarang disebut sebagai filsuf alam.
Para filsuf di zaman Yunani berbeda pendapat mengenai hal ini. Dengan alasan yang berbeda-beda, di antara mereka ada yang berpendapat bahwa alam materi ini terbentuk dari air. Ada pula yang menyatakan terbentuk dari api. Bahkan terdapat juga yang menyatakan terbentuk dari suatu hal yang tidak terbatas.
Dalam hal ini kita melihat kesimpang siuran pendapat mereka. Yakni bahwa diantara para filsuf yang menaruh perhatian mengenai unsur terdalam dari alam ini telah berbeda pendapat. Hal ini adalah wajar terjadi, karena sebagaimana sifat dasar dari filsafat tersebut adalah spekulatif.
***
Ilmu berkembang, utamanya sejak masa Thales yang kita kenal sebagai filsuf ilmu pertama dan setidaknya dewasa ini mampu menangani kembali persoalan hakikat materi ini. Meskipun harus diakui bahwa sampai saat ini belum banyak mengungkap hakikatnya. Hal demikian ini dikarenakan masih timbul suatu pertanyaan yang harus dijawab: "bagaimana kita bisa mengetahui, bahwa partikel inilah yang terdalam?"
***
Sampai abad ke-20, para ilmuwan masih berpegang pada teori atomisme. Teori ini berpendapat bahwa unsur terdalam dari setiap materi fisik adalah 'atom'. Atom ini bersifat: kecil; bulat; keras dan tidak dapat rusak. Lebih dari itu, dikatakan bahwa tidak pernah ada tidak pernah dan akan ada atom baru dalam alam materi ini sejak eksistensinya. Jadi jumlah atom sejak semula keberadaan materi tidak pernah berubah dan hanya itu-itu saja. Inilah yang dirumuskan sebagai 'hukum kekelan materi.'
Dikatakan bahwa: sejak semula, ada sejumlah tertentu atom-atom. Dan atom-atom yang ada sekarang ini (menurut teori atomisme ini) adalah atom-atom yang itu pula. Keberadaanya tidak pernah berkurang dan tidak pernah berlebih serta tidak akan ada atom baru. Sejumlah atom yang bergabung kemudian membentuk hal baru yang disebut dengan 'unsur'. Di antara unsur-unsur tersebut bergabung dan tampaklah kepada kita apa yang disebut dengan materi. Menurut para ilmuwan, terdapat sekitar 92 unsur yang membentuk semua hal yang lain.
Dikatakan pula bahwa terdapat materi yang dapat dibagi ke dalam molekul-molekul. Molekul ini adalah substansi yang dapat bereksistensi dengan sendirinya dan memiliki sifat-sifat. Suatu substansi molekul memiliki gerak molekul yang menimbulkan panas.
Dari molekul dapat dipisah lagi menjadi atom-atom. Atom-atom ini tidak memiliki sifat-sifat seperti: warna, bau, panas dan sebagainya. Namun ia memiliki tiga dan hanya tiga sifat yaitu: massa, ekstensi, besar dan bangun.
Demikianlah teori atomisme menjelaskan mengenai hakikat eksistensi materi.
Dari sini mungkin kita bisa menjelaskan proses suatu kejadian ketika ada fenomena: suatu benda (atau manusia) yang di depan mata kita dapat 'menghilang' begitu saja. Berarti atom-atom penyusunnya yang semula bergabung telah berpisah. (Jadi bukan karena ia sakti...). Tapi bukan pada hakikatnya ia tidak menghilang karena atom-atom itu sendiri adalah ada.
***
Dewasa ini telah berkembang teori baru yang membantah teori atomisme ini. Teori ini berpendapat bahwa terdapat partikel lain yang lebih kecil. Dengan demikian atom bukanlah partikel terkecil (dan terdalam) yang menyusun materi. Ada hal lain yang membentuk atom tersebut yang disebut dengan 'partikel sub atomik'.
Partikel sub atomik ada 4 (empat) macam yaitu: elekton, proton, neotron dan positron. Elektron adalah partikel yang mengandung muatan listrik negatif. Proton adalah partikel yang mengandung muatan listrik positif. Neotron adalah partikel yang tidak bermuatan. Sedangkan proton adalah partikel neotron yang bermuatan positif.
Setidaknya sampai ditemukannya rumus E=mc² oleh fisikawan Jerman Enstein, dinyatakan bahwa susunan materi yang begitu rumitnya ini berkaitan erat dentan (atau meliputi) massa dan tenaga listrik. Rumus E=mc² itu sendiri menyatakan hubungan (korelasi) antara massa, gerak dan energi. Ia (rumus tersebut) memberitahukan kepada kita mengenai: jumlah tenaga yang akan dilepaskan bila sejumlah 'materi' tertentu dihilangkan. Inilah yang kita sebut dengan hukum relativitas. Yakni bahwa energi adalah bentuk lain dari.
Menurut teori relativitas ini, dikatakan bahwa kebutuhan listrik dunia dalam saru bulan hanya membutuhkan konversi sekitar 5 kg zat. Karena pada hakikatnya semua zat (materi) di dunia ini sudah mengandung listrik. Jadi bukan hanya ada belut belistrik melainkan ada pula manusia belistrik....
Secara deduktif juga dapat kita pahami bahwa: "jika ada hukum kekalan materi, dan energi adalah bentuk lain dari materi, maka energi adalah kekal. Dengan demikian maka juga ada hukum kekelan energi.
***
Pemahaman akan hal ini tentu saja membawa kita pada pertanyaan radikal yang lain yakni: "apakah dengan demikian dapat dikatakan bahwa dunia (dan manusia) ini kekal berdasarkan hukum kekelan materi dan energi?
Malang, 27 Juni 2019
No comments:
Post a Comment