Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
Pada dasarnya, pengetahuan ilmiah berusaha menyusun pengetahuan yang logis dan sistematis akan dunia yang empiris. Sehingga, pengetahuan ilmu bukan saja mengamati dunia empiris pengalaman manusia dengan begitu saja. Melainkan seluruh pengalaman itu harus disusun dalam penjelasan atau argumentasi yang logis dan koheren dengan pengetahuan sebelumnya. Oleh karenanya maka dikatakan bahwa metode ilmiah adalah metode penemuan kebenaran yang menggunakan prinsip rasionalisme dan empirisme sekaligus.
Sering terjadi para mahasiswa semester akhir (calon ilmuwan) tersalah dalam memahami kerangka berfikir ini. Sehingga tersalah pula dalam membuatnya. Banyak di antara mereka hanya menyajikan komponen-komponen dalam laporan penelitiannya, padahal bukan demikianlah yang dimaksudkan.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa ilmu tidak saja mengamati alam secara begitu saja. Demikian pula ilmu tidak saja menghubungkan fakta-fakta hanya dengan fakta itu saja. Adalah tidak mungkin kita mencoba mengkorelasikan hubungan antara populasi kambing di Canberra dengan intensitas banjir yag terjadi di Jakarta tanpa adanya argumen yang dapat diandalkan. Meskipun secara statistik dapat dibuktikan. Atas dasar apa kita harus menghubungkan kedua fakta ini.
Dalam rangka inilah maka kerangka berfikir ilmu harus disusun. Karena ia adalah argumentasi logis yang menjelaskan secara teoritis hubungan yang mungkin terjadi dan berkaitan antar fakta yang sedang kita amati.
Sebagai argumen teoritis pada hakikatnya kerangka berfikir mengungkapkan tentang hipotesis. Yakni jawaban sementara yang masih perlu diverifikasi (logico-hypothetico). Sehingga dalam penyusunannya maka kerangka berfikir ini harus disusun dengan premis-premis yang telah teruji kebenarannya dan dengan memperhatikan faktor-faktor yang relevan bagi permasalahan yang diteliti.
Salam.
Malang, 23 Juni 2019
No comments:
Post a Comment