Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
Secara tidak sengaja tadi malam, (30/03/2019) sehabis maghrib saya melihat debat calon presiden putaran keempat. Saya nonton televisi ini sungguh di luar rencana saya, karena saya awalnya akan mengikuti pengajian rutin di masjid Jami’ Baiturrahman Kepanjen. Karena kiai yang mengisi pengajian tidak hadir, maka pengajian menjadi kosong. Dan pulanglah saya kembali ke rumah.
Melihat debat calon presiden tadi malam, ada yang menarik hati saya dari ungkapan kandidat nomor 1, yakni pak Joko Widodo yang mengatakan pada intinya bahwa: “menurut laporan intelejen, diprediksi bahwa sampai dengan 20 tahun lagi tidak akan terjadi perang.” Pernyataan ini lalu menjadi bahan bagi kandidat nomor 2 yakni pak Prabowo untuk ‘menyerang’. Pak Prabowo lalu mengungkapkan pengalamannya ketika memulai karir sebagai tentara pada tahun 1974. Ia mengatakan bahwa menurut para jenderalnya, diramalkan bahwa sampai 20 tahun lagi tidak terjadi perang. Dan kenyataannya setahun kemudian yakni pada 1975, Indonesia perang di Timor Timur. Saya ingat peristiwa ‘timor timur’ itu pernah saya dari buku sejarah. Yakni antara pro integrasi dan fretelin yang pro kemerdekaan.
Dari hal ini lalu, manakah yang benar dan manakah yang salah?. Saya tertarik untuk membahasnya dari segi ilmu yang bebas nilai. Tidak dari segi politik ataupun moral. Penilaian akan ‘kebenaran’ dan ‘kesalahan’ itu sendiri dalam bahasan saya ini adalah kebenaran ilmu, bukanlah kebenaran yang lain. Pembahasan ini pun lebih pada pembahasa teoritis normative dari pada berupa pembahasan teknis yang mendetail. Karena memang tunuannya hanya memberikan pemandangan umum dari pada memberikan penjelasan mendetail sebagaimana dalam buku statistika atau metodologi penelitian.
***
Dalam analisis statistik kita mengenal mengenai analisis regresi. Pembicaraan mengenai analisi regresi ini berkisar pada 2 (dua) hal utama yakni: (a) memberikan landasan untuk mengadakan ramalan; dan (b) memberikan dasar untuk membahas mengenai kovarians.
Salah satu fungsi dari penelitian ilmiah dan pengetahuan ilmu adalah mengenai fungsi sebagai prediksi atau ramalan. Dalam hal fungsi prediksi atau ramalan ini telah banyak dan lebih banyak dilakukan dalam ilmu alam dari pada ilmu sosial. Karena ilmu alam sebagaimana perkembangannya yang sudah lama, ia telah berkembang jauh lebih dewasa dari pada ilmu sosial. Ilmu alam telah dikembangkan dari sekedar mengandalkan induksi empiris menjadi sebuah ilmu teoritis yang matang.
Fungsi ramalan dari ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara menggali informasi dari suatu variabel atau beberapa variabel lain. Suatu variabel yang ingin kita ramalkan disebut sebagak kriterium dan variabel yang kita gunakan untuk meramalkan kita sebut prediktor. Kita akan bisa meramalkan kriterium jika antara kriterium dan prediktor itu terdapat korelasi yang cukup signifikan. Misalkan kita ingin mengetahui keadaan cuaca esok hari dari informasi mengenai suhu, tekanan udara, kelembaban udara dan kecepatan angin. Kita juga misalkan ingin mengetahui prestasi belajar siswa dari tingkat kecerdasan dan perbendaharaan bahasa dan sebagainya.
Korelasi antara kriterium dan prediktor dapat kita lukiskan dari sebuah garis yang kita sebut sebagai garis regresi. Garis regresi ini bermacam-macam, ada yang berbentuk garis lurus (linear) dan ada pula yang berbentuk garis melengkung (parabolik atau hiperbolik dan sebagainya). Hal mana dari garis regresi itu yang biasanya dibahas adalah regresi garis lurus atau yang disebut sebagai regresi linear. Rumus persamaan regresi secara metematis dapat ditulis sebagai berikut:
Y=aX+K
Dalam mana Y adalah kriterium; X adalah prediktor dan a adalah bilangan koefisien; sedangkan K adalah bilangan konstan. Demikianlah secara teoritis.
***
Contoh yang baik mengenai pemanfaatan regresi linear yang sering kita temui adalah pada tayangan ramalan cuaca yang sering kita temui di televisi maupun di situs Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Jadi apa yang dikatakan oleh pak Jokowi itu adalah benar jika ia merupakan hasil laopran intelejen yang dalam prosesnya telah melakukan analisis regresi linear itu. mungkin pihak tentara dan intelejen pemerintah sudah melakukan semacam penelitian dan melakukan analisis linear dari variabel-variabel yang ada. Saya tidak tahu variabel-variabel apa yang digunakan dalam hal ramalan perang di dunia militer untuk diukur korelasi dan kovariansnya. Yang jelas ramalan itu benar secara ilmiah jika dilakukan dengan proses tersebut.
Lalu, bagaimana jika salah?, dalam arti jika ramalan itu telah tersalah dan meleset dari perkiraan semula. Apakah berarti kita menolak kebenaran ilmiah regresi linear?. Jawabnnya tentu saja tidak. Karena pada intinya regresi linear hanya memberitahukan kebiasaan yang terjadi yang dinyatakan dalam bentuk probabilitas korelasi yang kuat itu. Adapun jika yang terjadi adalah yang diluar kebiasaan, maka itu sudah diluar kekuasaan ilmu pengetahuan. Melainkan ada dalam kekuasaan Tuhan. Seperti halnya Nabi Ibrahim yang ketika dibakar oleh para pasukan Nabukadnezar lalu tidak terbakar. Bukan berarti kita lalu tidak percaya bahwa Api bisa membakar, melainkan kita percaya bahwa api itu tidak akan membakar jika kuasa Allah menghendaki demikian. Demikian pula sebaliknya.
Sama saja dengan ramalan cuaca yang keliru, apakah kita berarti menolak dalam arti merasa tidak lagi memerlukan ramalan cuaca? Tentu saja tidak demikian, karena setidaknya ramalan cuaca untuk besok bisa kita buat sebagai landasan untuk memutuskan bagi kita apakah besok bawa payung atau tidak. Sebagaimana juga kita tidak bisa menolak kemampuan api membakar suatu benda hanya karena telah membaca kisah Ibrahim. Bagaimanapun kisah itu, kita tetap harus waspada bahwa untuk bermain-main dengan api.
“Ya, namanya juga perkiraan. Dan itu bisa berguna bagi kita untuk menentukan prioritas mana yang akan kita kerjakan.” Kata pak Jokowi, dan saya setuju.
Malang, 31 Maret 2019
No comments:
Post a Comment