Seorang ilmuwan seperti Auguste Comte meletakkan sains sebagai sebuah tahapan keberlanjutan (progress) dari agama dalam kehidupan manusia. Implikasi dari hal ini kemudian, ia membagi zaman pemikiran manusia ke dalam 3 (tiga) tahapan. Ketiganya adalah: (1) masa mitos dan mistisism; (2) masa agama; dan (3) masa sains dan teknologi.
Comte menganggap bahwa ketiga perkembangan tersebut adalah suatu tahapan (progress) dari kedewasaan manusia. Pada masa mitos dan mistisism manusia benar-benar belum dewasa karena ia masih dikelilingi oleh rahasia dari alam yang begitu menakjubkan dan sekaligus menakutkan. Fenomena banjir tahunan di sungai Nil, Gunung meletus di Merapi, dan gempa bumi, adalah suatu bencana yang mengerikan bagi manusia yang mereka masih belum tahu mengapa ia terjadi.
Tahapan agama dalam kehidupan manusia dikatakannya sebagai suatu pelampiasan akan ketidaktahuan dan kelemahan manusia terhadap fenomena alam yang ia hadapi. Dalam kondisi demikian maka manusia mencari "tempat bergantung", dan dialah Tuhan. Manusia menjadi senantiasa memohon perlindungan kepada Tuhan yang mereka sendiri masih mencarinya. Di mana, dalam pencarian tersebut ia menemukan macam-macam. Terkadang ia menemukan pohon atau batu yang besar dan sebagainya.
Tahapan sains adalah tahapan yang paling dewasa dalam perkembangan kehidupan manusia. Karena dengan sains, manusia telah dapat mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di balik fenomena alam. Apa yang sebenarnya terjadi di balik gerhana?; apa yang terjadi di balik gungung yang meletus dan gempa bumi?. Ilmu mencoba memecahkannya. Lebih jauh dari itu, ilmu juga mencoba mengendalikan dan menganulir semua fenomena alam. Sehingga saintis tak ubahnya menjadi pengendali fenomena.
Pada tahap ilmu (sains) inilah maka manusia sudah demikian dewasa. Dalam kondisi yang demikian maka agama bagi Comte sudah tak diperlukan lagi.
Pelangi-pelangi, alangkah indah mu
Merah kuning hijau, di langit yang baru
Pelukismu agung, siapa gerangan?
Pelangi-pelangi, ciptaan Tuhan....
Baris terakhir dari lagu yang populer di masa kita masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak di atas akan berubah jika kita berfikir secara filsafat positifisme Auguste Comte. Menjadi demikian:
Pelangi-pelangi, alangkah indah mu
Merah kuning hijau, di langit yang baru
Pelukismu agung, siapa gerangan?
Pelangi-pelangi, refleksi, refraksi, difraksi cahaya matahari....
Tapi... dengan demikian tampaknya Comte telah mencoba meletakkan agama dalam suatu laboratorium percobaannya.
Lalu..., apakah demikian itu bisa?
Malang, 15 Maret 2021
R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
Dalam pandangan Agus Comte
ReplyDeleteMenurut saya masuk akal ,kalau tahap sains dari Mistis dan mitos
Selanjutnya Agama lalu Tegnologi dan sains
Disisi lain menurut saya
Sains pertama kali berkembang pertama yaitu justru Adalah agama
Dan islam menurut saya adalah Sumber pertama sains
Dari nabi Adam yang sudah pasti islam
Lebih dulu mana perkembangan Sains berkembang karna adanya
Agama atau Mitos kepercayaan animisme
Fenomena alam memiliki karakter yg berbeda dengan fenomena kemanusiaan
ReplyDeleteMenurut saya sains dan agama memiliki latar belakang dan pengertian yang berbeda contohnya saja seperti lagu pelangi-pelangi jika difikir secara sains memang benar pelangi muncul karena difraksi cahaya matahari saat hujan sedangkan jika difikir secara agama tidak ada salahnya jika pelangi adalah ciptaan tuhan. Jadi dapat disimpulkan bahwa sains dan agama masih berikatan meskipun latar belakang berbeda. Sains lebih condong kejadian di alam semesta sedangkan agama lebih condong bahwa semua kejadian dimuka bumi itu kehendak tuhan.
ReplyDeleteComte ingin mencoba meletakkan agama dalam suatu laboratorium percobaannya. Dalam percobaan apa yang ingin ia lakukan?
ReplyDeleteNama: M. Fachruddin M.
ReplyDeleteProdi: MPI 1B
Peradaban modern hari ini cenderung menganut positivisme barat yang mereduksi banyak khazanah dan banyak hikmah. Peradaban modern adalah peradaban yang miskin karena hanya memahami sains yang sifatnya empiris dan rasional. Metafisika dibuang-buang, artinya kalau ada hal yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera maka hal itu diangap tidak ada. Padahal banyak kapasitas di luar akal yang juga dapat menangkap pengetahuan, yakni naluri, nurani, insting, intuisi, dan imajinasi.