Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
Kisah kita tentang matematika, bermula dari kegiatan kita dalam kehidupan sehari-hari. Bangsa Mesir-lah yang sepertinya pertama kali memulai. Mereka sudah menggunakan simbol-simbol bilangan untuk menghitung hasil tangkapan dan menentukan luas lahan pertanian dan pajaknya. Hal ini menjadi awal mula aritmetika dan geometri.
Hal yang penting lagi adalah bahwa mereka orang Mesir telah mencoba mengamati langit dengan seksama. Mereka telah membagi hari ke dalam 24 jam, membuat alamank untuk meramalkan musim dan melakukan pengukuran untuk konstruksi dan navigasi. Inilah cikal-bakal trigonometri. Kehidupan mereka juga telah mencoba memanfaatkan sungai nil yang mengalami banjir setiap tahun dan membawa kesuburan. Dan yang paling penting adalah bahwa mereka telah mengenal abjad dan menuliskannya.
Informasi dari Papirus Rhind menjelaskan berbagai solusi untuk permasalahan matematika sebagaimana telah dipaparkan. Dan juga memberikan informasi tentang rasio antara keliling dan diameter lingkaran. Tapi nama matematika belumlah muncul ketika itu.
***
Peradaban Babilonia di dekat sungai Tigris dan Eufrat juga telah melakukan pengamatan dan pencatatan benda langit selama ribuan tahun. Mereka telah memiliki sistem bilangan berdasarkan satuan 60. Hal ini memudahkan penggunanya untuk menghitung dengan bilangan-bilangan besar. Dan bahwa hari ini kita mengetahui tentang fakta bahwa: satu menit adalah 60 detik. Dan lingkaran adalah 360 derajat, itu semua adalah warisan dari Babilonia.
***
Sistem penghitungan dari Babilonia ini tentu saja lebih maju dari pada bangsa Mesir. Namun apa yang mereka lakukan dan sistem yang mereka bentuk bukanlah sebuah bentuk formulasi filosofis yang benar-benar matang untuk dikatakan sebagai sistem berfikir deduktif. Melainkan merupakan kumpulan petunjuk ke arah itu.
***
Adalah Pythagoras, seorang pengembara dari pulau Samos Yunani yang merumuskan sebuah sistem berfikir deduktif dengan bukti. Ia telah mengembara ke luar dari negerinya selama 34 tahun dan bergaul bersama para penfeta dan pesulap. Dalam filsafatnya ia menyatakan bahwa bilangan bukanlah hanya sebuah alat, melainkan juga sebuah prinsip dalam kehidupan. Numbers rules the universe. Bilangan mengatur semesta, katanya. Selurih langit adalah bilangan dan harmoni.
Ia menamakan sistem filsafatnya itu sebagai MATEMATIKA. Dan ketika ia mengutarakan pikiran-pikirannya, sebanyak 800 orang keluar dari rumah dan meninggalkan keluarga mereka untuk mengikutinya. Khutbah pertamanya disampaikan di atas bukit.
Pythagoras adalah perpaduan ideal seorang ilmuwan dan agamawan. Ia mendukung pendapat tentang perpindahan jiwa dan hukum berdosa memakan buncis. Dan ia pula berkhotbah pada binatang.
Dalam sebuah masyarakar yang ia bangun, laki-laki disamakan derajatnya dengan wanita. Ada aturan tentang kepemilikan harta bersama. Dan sebagaimana sifat penemuan ilmiah sekarang, ia menyatakan bahwa penemuan filsafat matematika pun bersifat kolektif.
Pythagoras menemukan hubungan angka dan musik. Nada bergabtung kepada panjang senar yang menghasilkan nada tersebut. Suara planet yang melesat di angkasa berpadu dalam menghasilkan musik yang harmoni. Hal ini kemudian ia sebut sebagai "Keteraturan semesta."
Namun, keharmonisan semesta yang ia ungkapkan itu segera terusik dari dalam. Karena ternyata tidak semua dalam dunia ini harmoni. Selalu saja ada yang melanggar keharmonisan itu.
Ketika kita mengenal bilangan ganjil dan genap dan juga pemangkatan, itu semua adalah jasa dari Pythagoras. Namun ia sangat populer dengan apa yang diarumuskan sebagai teorema pythagoras. Dan inilah yang menghancurkan keharmonisan semesta tersebut. Hal mana itu dikemukakan Pythagoras sendiri.
Dunia masih penuh misteri dengan bilangan irasional.
"Bilangan Irasional bukanah bilangan sejati, tapi tersembunyi dalam awan ketakberhinggaan."
Kata Michael Stifel dalam Aritmetica Intigra (1544 M)
Malang, 29 Juni 2019
No comments:
Post a Comment