Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
Setelah perkenalan saya akan filsafat dan theologia yang lebih serius, maka saya mulai memikirkan suatu hal yang lebih banyak dan tema yang lebih besar dari pada sebelumnya. Dan meskipun Zuhairini mengatakan bahwa para filosof di zaman mutakhir ini sudah tidak lagi membicarakan hal-hal yang besar, melainkan terkotak-kotak pada suatu ranah yang semakin sempit, namun saya merasa tidak demikian. Karena yang ada dalam pikiran saya setelah mencoba serius dengan filsafat justru tema-tema besar. Pikiran mengenai hakikat keberadaan (eksistensi), hakikat kenyataan dan lain-lain hal berkaitan dengan bahasan filsafat.
Suatu hal yang sangat menyita waktu dan pikiran saya lebih banyak dan lebih serius adalah pikiran mengenai eksistensi Tuhan. Khususnya mengenai apakah Tuhan benar-benar ada?. Apakah Tuhan benar-benar berkehendak pada diri saya dan segala realitas?.
Hal ini sangatlah serius bagi saya. Terkadang, bahkan seringnya, saya merasa tiada berbeda bagi saya antara orang yang sudah sembahyang menyembah Tuhan dan yang belum. Mereka tetaplah daging dan tulang yang karena metabolisme dalam tubuhnya masih berjalan maka ia masih bisa beraktifitas.
Mengenai eksistensi Tuhan bahkan saya lebih tertarik dan condong pada kontemplasi Reine Descartes yang berkesimpulan bahwa yang ada hakikatnya adalah "Aku" dan bukan "Tuhan" karena "Tuhan" seklipun ada karena "aku" lah yang memikirkan. Beberapa dalil kosmologis Ibnu Rusyd dan Thomas Aquinas yang saya baca dalam sebuah artikel Jurnal KANZ Philosopia tidaklah mempan dalam matrikan eksistensi Tuhan dalam benak saya.
***
Suatu hari belum lama sebelum artikel ini saya tulis, saya duduk termenung sendirian di rumah. Lalu saya merasakan bahwa "jantung saya berdetak." Ia masih normal, tidak melambat seperti gejala animea, atau terlalu berdebar seperti sedang ketakutan.
Lalu tiba-tiba terbersit dalam pikiran saya sebuah pertanyaa: "Siapakah yang membuat jantung saya berdetak?" "apakah yang menyebabkannya demikian?".
Seketika saya teringat pelajaran biologi saya ketika duduk di bangku MTs. (Saya alumni MA keagamaan, dan tak ada biologi di sana). Bahwa: di antar tubuh kita ini ada otot-otot yang bergerak dengan kendali kita, seperti tangan dan kaki ketika kita gerakkan. Dan ada otot-otot yang bergerak tanpa kita kendalikan. Artinya ia bergerak secara otomatis tanpa kita atur. Seperti mata yang seketika terpejam ketika terkena debu, lambung yang meremas-remas makanan dan jantung yang memompa darah.
Saya memahami bahwa dengan mengatakan bahwa "ada otot-otot yang bergerak di luar kendali" adalah salah satu ketidak mampuan biologi untuk menjawab. Karena ia sebagai ilmu tidak secara serta merta menerima pernyataan logis seperti apapun tanpa ada bukti empiris.
Namun saya mengetahui pula bahwa paradigma ilmu pengetahuan itu berangkat dari asumsi bahwa segala realitas ini terjadi karena sebab akibat. Dan hal inilah yang membawa saya pada pernyataan berikutnya: "siapa dan apakah yang menyebabkan jantung saya berdetak ini?"
Dari sini saya lalu memalingkan diri dari biologi menuju pernyataan Al-Ghazali mengenai "penyebab utama" atau disebut "Kausa Prima." Ini saya baca dari hasil riset komparatif deskriptif M. Amin Abdullah mengenai filsafat Al-Ghazali dan Kant. Bahwa Allah lah yang menyebabkan hal ini semua. Dia lah yang menjadi penyebab utama detak jantung saya.
Dan saya menjadi tersadar dengan detak jantung saya bahwa Allaj benar-benar ada dan nyata.
سنريهم آيتنا فى الأفاق. وفى أنفسهم حتى يتبين لهم أنه الحق. أفلم يكف بربك أنه على كل شيئ شهيد.
_Akan Kami perlihatkan tanda-tanda Kami sampai di ujung-ujung horizon, dan pada (hakikat) diri mereka sendiri hingga menjadi jelas bagi mereka bahawa Dia (Allah) adalah benar-benar nyata. Cukuplah bagi Tuhan-Mu ini bahwa Dia (Allah) Maha menyaksikan segala sesuatu._
Ngajum-Malang, 30 Agustus 2019
No comments:
Post a Comment